Jumat, 25 Maret 2011

Laut

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Ministry of Marine Affairs and Fisheries Republic of Indonesia
Ada Apa Dengan Laut
26/06/2009 - Kategori : Artikel
Ada Apa Dengan Laut

Membentang di garis khatulistiwa, perairan laut nusantara menopang aneka kehidupan hayati. Lautan topis seluas 5,8 juta km2 (kilometer persegi) menutupi hampir 70 persen dari sekitar 7,8 juta km2 wilayah Indonesia. Samudera raya itu bersentuhan langsung dengan 17.480 pulau dengan panjang garis pantainya mencapai 95.186 km, dan merupakan garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia.
Pada kedalamannya, laut Indonesia memendam hamparan terumbu karang yang ditempati lebih dari 500 spesies dari 70 genus terumbu karang.Taman air dangkal ini membentuk relung-relung ekologi yang didiami ratusan ikan karang, alga, crustacea, moluska, mamalia, dan reptilia laut. Komunitas biota laut dan terumbu karang ini berpadu membentuk surga bawah laut yang indah.
Indonesia berada pada peringkat kedua yang memiliki terumbu karang terluas di dunia setelah Australia dan merupakan pusat segitiga terumbu karang dunia yang dikenal dengan istilah “The Coral Triangle” yang merupakan kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. The Coral Triangle tersebut meliputi enam negara yaitu Malaysia, Philipina, Timor Leste, Papua Nugini, Indonesia, dan Kepulauan Solomon. Posisi ini tentunya membuat terumbu karang Indonesia menjadi lebih penting, karena disamping menjadi sumber penghidupan masyarakat Indonesia juga bagi dunia.
Sayangnya terumbu karang mulai terancam kelestariannya karena berbagai masalah pencemaran dan cara penangkapan ikan yang merusak terumbu karang. Kerusakan terumbu karang terbesar disebapbkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, bahan peledak 0,5 kilogram bila diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada di dalamnya sampai radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali sampai radius tiga meter dari pusat ledakan. Ledakan bom tersebut menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem terumbu karang yang telah teridentifikasi sejak tahun 1990-an. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2006 menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang yang sangat baik hanya tinggal 5,23%, baik 24,26%, cukup 37,34% dan yang kurang baik atau rusak sebesar 33,17%. Kondisi yang lebih menghawatirkan dibandingkan data pada tahun 2005 dimana yang sangat baik masih tercatat sebesar 5,8%, baik 25,7% dan kurang baik atau rusak sebesar 31,9%.
Kerusakan itu menghilangkan peluang ekonomi pariwisata senilai 3.000 hingga 500.000 dollar AS per kilometer persegi. Sebaliknya, jika terumbu karang rusak diperlukan dana besar untuk pemulihannya dan memakan waktu yang lama hingga 50 tahun.
Salah satu usaha pengembangan wilayah pesisir yang asli bagi pariwisata dan rekreasi adalah pembentukan Taman Nasional Laut (TNL) dan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) yang memadukan usaha perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dengan kepariwisataan. Saat ini Indonesia memiliki 7 Taman Nasional Laut dan 18 Taman Wisata Alam Laut (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Keberadaan TNL dan TWAL tersebut menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Masyarakat dapat bekerja sebagai pemandu wisata, pedagang, dan pembuat cinderamata. Selain itu masyarakat juga dapat mendirikan fasilitas – fasilitas pendukung pariwisata, seperti cottage, gedung pertemuan, sarana transportasi, bar, bungalow, restoran, toko, tempat berkemah, hingga pengelolaan diving centre di kawasan TNL dan TWAL. Selain itu, dengan penetapan kawasan TNL nelayan berharap bisa dengan leluasa melakukan penangkapan, penangkaran ataupun budidaya ikan perairan laut. Karena salah satu zona dari tiga zona pembagian kawasan itu ditetapkan sebagai Zona Pemanfaatan Intensif (kawasan yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan berbagai keperluan seperti pembangunan cottage, pariwisata, serta budidaya perikanan). Sedangkan, dua zona lainnya masing-masing ditetapkan sebagai Zona Inti (kawasan yang harus dilindungi dan diamankan kelestariannya untuk kepentingan penelitian) dan Zona Pemanfaatan Tradisional (kawasan yang diperbolehkan bagi nelayan lokal untuk memanfaatkan sumber daya alamnya seperti penangkapan ikan secara tradisional).


Tabel 1. Taman Nasional Laut (TNL)
No Nama Luas (Ha) Provinsi
1. Taman Nasional Laut Bunaken 89.065 Sulawesi Utara
2. Taman Nasional Laut Taka Bonerate 530.765 Sulawesi Selatan
3. Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih 1.453.500 Papua
4. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 107.489 DKI Jakarta
5. Taman Nasional Laut Wakatobi 1.390.000 Sulawesi Tenggara
6. Taman Nasional Laut Karimun Jawa 111.625 Jawa Tengah
7. Taman Nasional Laut Kepulauan Togean 362.605 Sulawesi Tengah
(Sumber: DKP, 2007)

Tabel 2. Taman Wisata Alam Laut
No Nama Luas (Ha) Provinsi
1. Pulau Kasa 1.100 Maluku Tengah
2. Pulau Samama Sangalaki 280 Kalimantan Timur
3. Pulau Weh Sabang 3.900 NAD
4. Teluk Maumere 59.450 NTT
5. Pulau Sangiang 1.228 Jawa Barat
6. Teluk Kupang 50.000 NTT
7. Gili Anyer, Gili Meno, Gili Trawangan 2.954 NTB
8. Pulau Pombo 998 Maluku Tengah
9. Tujuh Belas Pulau 9.900 NTT
10. Kepulauan Banyak 227.500 NAD
11. P. Moyo 6.000 NTB
12. Pulau Padaido 183.000 Papua
13. Pulau Satonda 2.600 NTB
14. P. Marsegu 11.000 Maluku Tengah
15. Teluk Lasolo 81.800 Sulawesi Tenggara
16. Kapoposang 50.000 Sulawesi Tenggara
17. Pulau Pieh 39.900 Sumatera Barat
18. Kepulauan Padamarang 36.000 Sulawesi Tenggara
(Sumber: DKP, 2007)








DAFTAR PUSTAKA

DKP. 2007. Informasi Konservasi Kawasan Perairan di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Mulyana dan Agus Dermawan. 2008. Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan Dunia. DKP. Jakarta.
Mukhtar. 2009. Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat di Dunia www.dkp.go.id. Jakarta.

Penulis : Muhammad Al Rizky, S.St.Pi (staf Pelaksana di Loka KKPN Pekanbaru)


( Print Halaman ini )

Copyright © 2008 | Pusat Data, Statistik dan Informasi (PUSDATIN) - DKP. All Rights Reserved Privacy PolicyRSS FeedXHTMLCSS






PENERAPAN KONSEP KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI PERAIRAN
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan pesisir tropik yang ditandai dengan keanekaragaman jenis biota yang hidup didalamnya. Biota yang hidup di terumbu karang merupakan suatu komunitas yang terdiri dari berbagai tingkatan tropik dan struktur tropik yang lengkap. Sebagai suatu lingkungan hidup, ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai gudang keanekaragaman hayati, sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi organisme lain.
Ditinjau dari segi sosial ekonomi, terumbu karang berfungsi sebagai sumber makanan baik secara langsung maupun tidak langsung, sumber obat-obatan serta sumber utama bahan kontruksi. Selain terumbu karang mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung atau penyedia bagi perikanan pantai, termaksuk di dalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut (Hariyano, 2002).
Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain sebagai habitat ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsung, antara lain sebagai penahan abrasi pantai, dan pemecah gelombang.
Baik secara langsung maupun tidak langsung, ekosistem terumbu karang dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan hidup antara lain sebagai sumber protein hewani, obat-obatan, bahan bangunan, pariwisata dan tempat pembuangan limbah.
Kegiatan perikanan yang merusak, seperti memakai alat peledak dan penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik yang ekstensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya persentase kematian ikan yang belum dewasa (yaitu bibit ikan dewasa dimasa mendatang). Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan akuarium juga berdampak negatif.







Gambar 1. salah satu kegiatan perikanan yang dilakukan manusia yaitu kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.
Pembuangan limbah industri dan rumahtangga meningkatkan tingkat nutrisi dan racun dilingkungan terumbu karang. Pembuangan limbah tak diolah langsung ke laut menambah nutrisi dan pertumbuhan alga yang berlebihan. Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atausumber lain khususnya amat mengganggu, karena mereka meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan teratur. Alga mendominasi terumbu hingga melenyapkan karang pada akhirnya(Done, 1992; Hughes, 1994). Kegiatan kapal dapat berdampak bagi terumbu melalui tumpahan minyak dan pembuangan dari ballast kapal. Walaupun konsekuensinya kurang dikenal, hal ini berdampak lokal yang berarti. Kerusakan fisik secara langsung dapat terjadi karena kapal membuang sauh di terumbu karang dan pendaratan kapal tak disengaja.
Banyak kegiatan lain yang terjadi langsung di terumbu karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang dan oleh karena itu mempengaruhi integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali terjadi dalam hitungan menit tetapi tahunan untuk memperbaikinya. Sebagai tambahan dari kegiatan sebagaimana disebutkan diatas, kerusakan dapat pula disebabkan karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan organisme lain didataran terumbu karang atau di daerah terumbu karang yang dangkal, dan penyelam (diving maupun snorkel) berdiri diatas atau mengetuk-ketuk terumbu karang.
Terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya alam di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya alam lainnya seperti hutan mangrove, dan padang lamun. Oleh karena itu, pengelolaan terumbu karang harus memperhatikan dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan terpadu. Selain itu, pengelolaan terumbu karang juga harus mempertimbangkan pelaksanaan desentralisasi.
Konsep pengelolaan terumbu karang yang baik adalah berdasarkan prinsip-prinsip :
1. Mengidentifikasi wilayah-wilayah terumbu karang yang kurang rusak dan meninjau ulang sistem zonasi dan batasan-batasan. dengan adanya peninjauan ulang wilayah terumbu karang yang rusak maka dapat diperoleh data yang akurat tentang kerusakan terumbu karang sehingga ada batasan-batasan yang diberlakukan khususnya untuk kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
2. Menjaga keseimbangan keanekragaman hayati yang berada di ekosistem terumbu karang.
3. Pemerintah dan segenap stakeholders yang terkait membuat rencana pengelolaan dan pemanfatan yang berkeadilan dan berkesinambungan.
4. Pengelolaan didasarkan pda data ilmiah yang tersedia dan kemampuan daya dukung lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar